Penguasa Api dan Kitab Peta Harta Karun di Dasar Gunung Berapi

Posted by : cintapus December 14, 2024

Oleh Rissa Churria

Setelah berhasil mendapatkan Kunci Waktu dari Penguasa Air, ketiga bersaudara—Mira, Arya, dan Nara—melanjutkan perjalanan mereka. Kali ini, mereka menuju ke tempat paling berbahaya dalam legenda kuno: Gunung Vulkara, sebuah gunung berapi yang selalu aktif, dengan lahar panas yang mengalir di permukaannya. Menurut Tawuran, Kitab Peta Harta Karun, yang akan memandu mereka menuju ke lokasi harta yang sangat dibutuhkan untuk melawan para penyihir, tersembunyi di dasar gunung berapi ini.

“Apa kau yakin ini jalannya?” tanya Arya, tatapannya tajam ke arah Mira yang membawa peta kuno.

“Ya,” jawab Mira dengan tegas, meskipun jantungnya berdetak lebih cepat.

“Kitab Peta itu adalah satu-satunya cara kita menemukan harta karun yang mampu melawan kekuatan para penyihir. Tanpa itu, seluruh rencana kita akan sia-sia.” lanjutnya meyakinkan adiknya.

Gunung Vulkara menjulang di depan mereka, asap hitam mengepul dari puncaknya yang tajam, sementara lahar panas berkilau dalam cahaya matahari yang mulai tenggelam. Udara di sekitarnya begitu panas hingga membuat mereka berkeringat, bahkan sebelum mereka mulai mendaki. Tetapi itu belum seberapa dibandingkan dengan apa yang akan mereka hadapi di dalamnya.

“Gunung ini terlihat lebih menakutkan dari yang kukira,” gumam Nara sambil mengamati aliran lahar yang mengalir deras di sepanjang lereng gunung.

“Jangan lengah. Kita tidak tahu bahaya apa yang menanti di dalam sana.” kata Arya mengangguk setuju.

Mereka memutuskan untuk memulai pendakian mereka pada malam hari, berharap suhu akan sedikit lebih dingin meski berada di sekitar gunung berapi. Mereka mengenakan pakaian pelindung yang mereka dapatkan dari Gorak, Penguasa Tanah, dan menyusuri lereng gunung yang terjal.

Semakin tinggi mereka mendaki, semakin berat udara yang mereka hirup. Lahar panas yang mengalir membuat jalan setapak menjadi licin dan berbahaya. Beberapa kali mereka hampir tergelincir, tetapi Arya dengan cepat menarik Mira dan Nara kembali sebelum mereka terjatuh ke dalam lautan api yang mengintai di bawah.

“Apa kalian melihat itu?” tanya Mira tiba-tiba. Tangannya menunjuk ke arah sebuah celah di lereng gunung. Dari celah itu, terlihat kilauan cahaya oranye menyala, seolah-olah ada sesuatu yang sangat berharga di dalam sana.

“Itu pasti pintu masuknya!” Arya bergegas.

Tetapi langkahnya terhenti ketika tiba-tiba tanah di sekitar mereka mulai bergetar hebat. Sebuah suara gemuruh menggema dari kedalaman bumi, dan dari celah itu muncul sosok besar yang tubuhnya terbuat dari api.

Itulah Penguasa Api, Pyror. Sosoknya menjulang tinggi, dengan tubuh yang bersinar terang seperti bara menyala. Matanya merah menyala, dan api berkobar-kobar dari setiap jari tangannya yang besar.

“Apa yang kalian cari di sini, makhluk fana?” suara Pyror menggelegar, seperti gemuruh gunung yang hendak meletus.

Mira, Arya, dan Nara berdiri mematung. Tidak ada waktu untuk berpikir panjang. Mereka tahu bahwa Pyror tidak akan membiarkan siapa pun mengambil Kitab Peta dengan mudah.

“Kami datang untuk mencari Kitab Peta Harta Karun,” kata Mira akhirnya, meskipun jantungnya berdegup kencang.

“Kami membutuhkannya untuk menyelamatkan dunia dari kekuatan kegelapan yang akan menghancurkan segalanya.”

“Kitab Peta tidak diberikan begitu saja. Hanya yang paling berani dan layak yang bisa mendapatkannya. Apakah kalian siap menghadapi ujian api?” Pyror mendengus, dan nyala api di sekelilingnya berkobar lebih kuat.

Tanpa memberi mereka waktu untuk menjawab, Pyror mengayunkan tangannya, dan lautan api terbentuk di sekeliling mereka. Dari lautan api itu, muncul makhluk-makhluk berwujud seperti serigala, tapi seluruh tubuh mereka terbuat dari api yang berkobar-kobar. Mereka menggeram, taring-taring mereka menyala seperti besi panas, dan tanpa peringatan, mereka menyerang ketiga bersaudara itu dengan kecepatan yang luar biasa.

“Arya, hati-hati!” seru Nara ketika salah satu serigala api melompat ke arah mereka.

Arya segera menghunus pedangnya dan menangkis serangan itu. Setiap kali pedangnya bertabrakan dengan taring-taring api, percikan api terbang di udara, membuatnya semakin sulit untuk bertarung. Mira mencoba melancarkan serangan sihirnya, tetapi makhluk-makhluk api itu tampaknya kebal terhadap sihirnya.

“Kita tidak bisa melawan mereka dengan cara ini,” Mira terengah-engah setelah menangkis serangan lagi.

“Api hanya bisa dipadamkan dengan cara yang tepat.” Arya tampak berpikir sejenak, lalu menyadari sesuatu.

“Nara, air! Gunakan air dari kantong ajaibmu!” katanya kepada adiknya.

Nara merogoh kantong kecil yang diberikan oleh Aqualis, Penguasa Air, dan mengambil sebotol air laut yang telah diberkahi dengan kekuatan magis. Ia menuangkan air itu ke tanah di depan mereka, dan segera, air tersebut menguap menjadi kabut dingin yang mengepul, memadamkan sebagian dari api yang mengelilingi mereka. Serigala-serigala api mundur beberapa langkah, bingung dengan kabut yang tiba-tiba muncul.

“Lakukan lagi, Nara!” seru Arya, melanjutkan serangannya sambil mencoba melindungi adiknya.

Nara terus menuangkan air ke tanah, menciptakan lebih banyak kabut yang memadamkan api di sekitar mereka. Serigala-serigala api akhirnya menghilang satu per satu, meninggalkan ketiga bersaudara itu sendirian di tengah lautan kabut dingin.

Kalian cerdik. Tapi ini baru permulaan.” Pyror, yang menyaksikan dari kejauhan, mengangguk perlahan.

Tiba-tiba, tanah di bawah kaki mereka retak, dan sebelum mereka sempat melarikan diri, mereka terjerumus ke dalam lubang besar yang terbentuk. Mereka jatuh ke dalam terowongan bawah tanah yang dipenuhi dengan lahar panas yang mengalir deras di kedua sisinya. Di tengah terowongan itu, terlihat sebuah altar batu yang dikelilingi oleh aliran lahar, dan di atasnya terletak Kitab Peta Harta Karun yang mereka cari.

“Di sana!” teriak Mira, menunjuk ke arah altar.

Namun, jalan menuju altar itu terputus oleh aliran lahar yang deras. Panasnya begitu menyengat, membuat mereka tidak bisa mendekat begitu saja.

“Kita harus menemukan cara untuk menyeberang,” kata Arya sambil mengamati sekitar, mencari jalur yang aman.

Tapi sebelum mereka sempat menemukan cara, dari aliran lahar muncul makhluk-makhluk lain yang lebih besar dan lebih ganas. Mereka berbentuk naga kecil dengan tubuh terbuat dari lava, dan sayap mereka terbuat dari api yang berkobar. Mereka terbang ke arah ketiga bersaudara itu dengan kecepatan luar biasa, mengeluarkan semburan api dari mulut mereka.

“Ini tidak mungkin! Bagaimana kita bisa menghadapi mereka?” seru Nara ketakutan.

Mira, yang selalu berpikir cepat, mengeluarkan gulungan mantra yang diberikan oleh Tauran.

“Aku punya ide!” katanya, membuka gulungan itu dan membaca mantra dengan cepat.

Sebuah lingkaran perlindungan terbentuk di sekeliling mereka, melindungi mereka dari serangan naga-naga lava tersebut. Namun, lingkaran itu tidak akan bertahan lama.

“Kita tidak punya banyak waktu, lingkaran ini akan segera hancur.” kata Mira.

“Kita harus melompat,” katanya Arya tegas sambil melihat ke arah altar dan lahar yang mengalir deras di depannya.

“Melompat?” Nara menatap Arya seolah dia gila.

“Itu lahar! Kita akan terbakar hidup-hidup!” suaranya mulai bergetar.

“Aku tidak bilang melompat ke dalam lahar,” kata Arya sambil menarik tali dari ranselnya.

“Kita gunakan ini untuk menyeberang. Aku akan memegang tali ini di satu sisi, dan kalian harus bergerak cepat.” lanjutnya.

 “Baiklah, mari kita lakukan.” Mira mengangguk, menyetujui rencana Arya.

Dengan sekuat tenaga, Arya melemparkan tali itu ke batu besar di seberang lahar. Setelah memastikan talinya terikat kuat, dia meluncur di sepanjang tali, melintasi lahar yang mendidih di bawahnya. Begitu dia sampai di seberang, Mira dan Nara mengikuti dengan cepat.

Namun, saat mereka tiba di altar, naga-naga lava kembali menyerang, berusaha menghancurkan lingkaran perlindungan terakhir yang tersisa. Dengan tergesa-gesa, Mira meraih Kitab Peta dari altar batu, tetapi pada saat itu, naga-naga lava menyerang mereka dengan kekuatan penuh.

Ketika Mira berhasil meraih Kitab Peta Harta Karun, naga-naga lava meledak dalam amarah. Api yang berkobar dari mulut mereka makin membesar, melibas lingkaran perlindungan terakhir yang tersisa. Lingkaran itu pun runtuh dalam sekejap, membuat ketiga bersaudara itu tak punya waktu lagi untuk bertahan.

“Lari!” teriak Arya.

Dengan Kitab Peta di tangan, mereka segera berlari ke arah tali yang sebelumnya mereka gunakan untuk menyeberangi lahar. Namun, naga-naga lava yang ganas dengan cepat mengejar mereka. Suhu di sekeliling mereka meningkat begitu drastis, hingga baju pelindung mereka mulai terasa seperti terbakar.

“Aku tidak tahu apakah kita bisa keluar dari sini hidup-hidup,” gumam Nara dengan ketakutan.

Tiba-tiba, salah satu naga lava yang paling besar menyemburkan semburan api tepat ke arah Arya, membuatnya terjengkang. Pedangnya terlempar dari tangan, dan panas api yang menjalar mulai merambat ke lengan bajunya. Arya berusaha memadamkannya dengan tergesa-gesa, sementara Mira dan Nara berusaha menariknya untuk bangkit kembali.

“Kita harus berjuang!” Mira berteriak dengan suara tegas.

“Naga-naga ini tidak akan membiarkan kita pergi dengan mudah!”

Mira mengeluarkan tongkat sihirnya dan mengeluarkan mantra es yang kuat, menyasar ke arah naga-naga lava. Percikan es langsung menghantam tubuh naga terdepan, membuat bagian tubuhnya mulai membeku meski hanya sementara. Naga itu menggeram keras dan mencoba melepaskan diri dari es yang melingkupinya, memberi mereka sedikit waktu untuk melarikan diri.

“Ayo cepat, sebelum mereka bebas!” seru Arya, masih terdorong oleh semangat untuk melindungi saudara-saudaranya.

Mereka kembali menuju tali yang menjulur melintasi lahar panas. Arya kali ini turun lebih dahulu untuk memeriksa kekuatan talinya, memastikan masih cukup kuat untuk menahan beban mereka bertiga. Namun, sebelum mereka sempat melintas, sebuah ledakan besar terjadi di bawah tanah, melemparkan bebatuan dan lahar ke segala arah. Ledakan itu menghancurkan sebagian besar jalan yang mereka tempuh sebelumnya.

“Kita terjebak!” seru Nara dengan putus asa.

Mira mengerutkan dahi, menyadari situasi mereka semakin genting. Namun, dia ingat sebuah rahasia yang pernah disebut oleh Tawuran—bahwa ada satu makhluk purba, Penjaga Api, yang hidup di kedalaman gunung berapi ini. Jika mereka bisa menemukannya, mungkin mereka bisa mendapatkan bantuan.

“Penjaga Api … hanya dia yang bisa menolong kita sekarang.” bisik Mira.

“Apa? Penjaga Api? Kita tidak bisa berharap pada legenda saat kita hampir terbakar hidup-hidup!” seru Arya, meski rasa putus asa mulai menyelimuti suaranya.

Namun, Mira tidak menyerah. Dia memusatkan energinya, membaca mantra kuno yang diberikan oleh Tawuran. Tiba-tiba, tanah di bawah mereka bergetar sekali lagi, tetapi kali ini bukan karena serangan naga atau letusan gunung. Sebuah gemuruh rendah terdengar dari dalam bumi, dan dari kedalaman lava, muncullah sosok raksasa yang terbuat dari batu yang membara.

Itulah Penjaga Api, makhluk purba yang tubuhnya terdiri dari magma padat dan batuan lava yang bersinar merah. Matanya yang menyala menatap tajam ketiga bersaudara itu. Naga-naga lava mundur ketakutan, tak berani melawan Penjaga Api yang memiliki kekuatan jauh lebih besar dari mereka.

“Apa yang kalian inginkan di wilayahku?” suara Penjaga Api bergema seperti gemuruh dalam goa besar.

“Kami datang bukan untuk menghancurkan atau mengganggu. Kami hanya ingin Kitab Peta ini, yang akan membantu kami menemukan harta karun yang dapat menyelamatkan dunia dari kegelapan.” Mira segera maju, memegang Kitab Peta di tangannya dengan hati-hati.

Penjaga Api memandang mereka dalam keheningan. Naga-naga lava berdesis di sekitarnya, tak berani mendekat. Setelah beberapa detik yang terasa seperti seumur hidup, Penjaga Api berbicara lagi.

“Kalian telah menunjukkan keberanian, tetapi juga kearifan. Kalian melawan dengan kepala dingin, tidak dengan amarah. Aku menghargai itu,” katanya dengan suara yang tenang namun berwibawa.

Penjaga Api kemudian mengulurkan tangannya, dan tiba-tiba aliran lava di bawah mereka terbelah, menciptakan jalan yang aman untuk mereka lewati.

“Pergilah, dan bawa Kitab Peta itu. Tapi ingatlah, petualangan kalian baru saja dimulai. Harta karun yang kalian cari tidak mudah ditemukan, dan tantangan yang lebih besar masih menanti di depan.” Lanjut penjaga api memperingatkan mereka.

Ketiga bersaudara itu terkejut dan lega pada saat yang sama. Mereka berterima kasih kepada Penjaga Api dan dengan hati-hati melintasi jalan yang dibuat dari lava yang terbelah. Naga-naga lava hanya mengawasi dari jauh, tidak berani menyerang lagi.

Setelah mereka keluar dari gua dan kembali ke permukaan gunung, mereka merasa seperti telah melewati neraka. Gunung Vulkara masih mendidih dengan lahar panas, tetapi sekarang mereka memiliki Kitab Peta Harta Karun yang akan menjadi kunci untuk menyelesaikan petualangan besar mereka.

“Kita berhasil,” kata Nara dengan napas tersengal-sengal, sambil menatap Kitab Peta di tangan Mira.

“Tapi ini baru permulaan. Kita belum tahu apa yang akan kita temui di depan.” Arya mengangguk, meski wajahnya masih tegang.

Mira membuka Kitab Peta dengan hati-hati. Di dalamnya, tertera petunjuk-petunjuk yang hanya bisa dibaca oleh mereka yang layak. Dengan Kunci Waktu di satu tangan dan Kitab Peta di tangan lainnya, mereka tahu bahwa perjalanan berikutnya akan lebih berbahaya dari yang pernah mereka bayangkan.

Namun, semangat mereka tetap kuat. Mereka telah mengalahkan api, naga lava, dan menghadapi kekuatan alam yang mematikan. Dan meskipun tantangan berikutnya mungkin lebih besar, ketiga bersaudara itu siap menghadapi apa pun yang akan datang.

 

PENULIS

Rissa Churria adalah pendidik, penyair, esais, pelukis, aktivis kemanusiaan, pemerhati masalah sosial budaya, pengurus Komunitas Jagat Sastra Milenia (JSM), pengelola Rumah Baca Ceria (RBC) di Bekasi, anggota Penyair Perempuan Indonesia (PPI), saat ini tinggal di Bekasi, Jawa Barat, sudah menerbitkan 7 buku kumpulan puisi tunggal, 1 buku antologi kontempelasi, serta lebih dari 100 antologi bersama dengan para penyair lainnya, baik Indonesia maupun mancanegara. Rissa Churria adalah anggota tim digital dan siber di bawah pimpinan Riri Satria, di mana tugasnya menganalisis aspek kebudayaan dan kemanusiaan dari dunia digital dan siber.

RELATED POSTS
FOLLOW US