Oleh: Budiarman, mantan Diplomat / Duta Besar, lulusan Akademi Sandi Negara (1975), Pengurus Ikatan Sandi Indonesia.
Lampu panggung sejarah nasional tidak selalu memberikan sorotan yang cukup kepada tokoh tertentu dalam sejarah Indonesia sehingga ada tokoh nyaris tidak terlihat perannya. Namun, sejarah pada waktunya memiliki caranya sendiri untuk menyadarkan kita atas peran penting tokoh sejarah yang selama ini tidak tampak di panggung sejarah.
Tulisan ini ingin mengingatkan kita pada dr. Roebiono Kertopati, seorang dokter militer yang kemudian menjadi perwira intelijen militer Indonesia di awal kemerdekaan Indonesia. Pada 1946, dr. Roebino mendapat perintah dari Menteri Pertahanan Amir Syarifoeddin Harahap untuk mendirikan Dinas Code yang kini menjadi Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Saat itu sangat langka ditemukan orang dengan keahlian persandian, sedangkan kita menghadapi perang mempertahankan kemerdekaan. Kepandaian itu dimiliki oleh dr. Roebiono yang dianugerahi Tuhan berbagai kecakapan termasuk pengetahuan telekomunikasi, mesin sandi, pandai beberapa Bahasa asing. Ia sendiri yang mendidik calon-calon tenaga persandian dan petugas perhubungan generasi pertama yang direkrut dari personil militer Indonesia. Beliau juga orang pertama yang membuat sistem sandi Indonesia yang dinamakan Code C yang memiliki 10.000 kata.
Ada beberapa kontribusi utama tokoh dr. Roebiono Kertopati dalam sejarah Indonesia. Pertama, Roebiono Kertopati telah memberikan kontribusi yang berarti bagi tersedianya pelayanan komunikasi rahasia (sandi) dimasa perang kemerdekaan dan jasa membangun pemancar radio untuk membuka hubungan dengan luar negeri agar dunia mengetahui bahwa Republik Indonesia masih ada ditengah Agresi Militer Belanda ke-II. Ia beserta anak didiknya melayani delegasi Indonesia di dalam perundingan-perundingan dengan Belanda dan misi-misi khusus ke luar negeri untuk mendapat dukungan kemerdekaan. Roebiono menyiapkan tenaga komunikasi rahasia sandi untuk membuka perwakilan-perwakilan diplomatik kita di luar negeri.
Kedua, selama 38 tahun, mulai April 1946 sampai wafatnya pada 1984, Roebiono dipercaya oleh pemerintah Indonesia untuk membangun dan memimpin institusi persandian Indonesia yang sudah berganti nama dari Dinas Code (1946), Djawatan Sandi (1950) dan Lembaga Sandi Negara (1972) sesuai dengan meningkatnya kebutuhan persandian. Kepercayaan itu diberikan karena keahliannya, kepemimpinannya, loyalitas kepada negara, serta integritasnya yang tinggi meskipun dari masa ke masa terjadi pergantian rejim yang berkuasa. Roebiono Kertopati, terakhir berpangkat Mayor Jenderal, namun memiliki postur tubuh yang termasuk kecil, namun memiliki wibawa dan dihormati oleh staffnya karena kepemimpinannya.
Ketiga, Roebiono Kertopati sepanjang kepemimpinannya telah mengajarkan dan menerapkan prinsip “berani tidak dikenal “. Prinsip inilah yang membuat ia bekerja dalam senyap, jauh dari sorotan media masa dan otomatis jauh dari sorotan panggung sejarah.
Meskipun secara resmi ia diketahui sebagai Kepala Lembaga Sandi Negara, “namun yang terpenting orang tidak perlu tahu apa yang saya kerjakan,” katanya.
Prinsip itu tidak hanya ia terapkan di kantor, tetapi juga keluarganya tidak pernah mengetahui apa yang dikerjakannya selain seorang dokter tentara. Itulah pengakuan anak-anaknya. Bahkan mereka diminta untuk tidak pernah mengaku di sekolah bahwa bapaknya adalah seorang pejabat dan dekat dengan presiden Soeharto.
Selain itu, disamping memiliki integritas yang tinggi, ia menerapkan disiplin profesi sandi yang ketat, bisa dipercaya memegang rahasia dan mandiri dalam bekerja. Profesi sandi tergolong profesi yang menjadi bagian dari komunitas intelijen. Karena itu sangatlah penting personilnya harus bisa dipercaya dan mandiri di dalam bekerja.
Zaman berubah, kemajuan teknologi telah membawa dunia persandian sekarang sudah terintegrasi dengan dunia digital dan internet. Tetapi, prinsip-prinsip dasar yang ditinggalkan oleh dr. Roebiono tentunya masih perlu untuk terus diterapkan oleh mereka yang bertugas di dunia siber dan sandi.
Dulu Roebiono mengingatkan bahwa “kelalaian saudara dapat mengakibatkan kerugian pada negara.” Di dalam dunia siber, peran sandi (enkripsi) telah terintegrasi dalam pengiriman dan penyimpanan data dan informasi. Namun, tetap dibutuhkan kecermatan dan integritas penyelenggaranya agar tetap terjamin kerahasiaan data dan informasi.
Di tengah maraknya pemberitaan skandal tokoh dan pejabat pengelola negara yang korup dan tidak memiliki integritas sekarang ini, dr. Roebiono bisa menjadi teladan disamping tokoh-tokoh nasional lainnya. Sejarawan Marthen Djari dalam penelitiannya menemukan bahwa dalam Pembangunan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat di masa itu, dr. Roebiono menolak untuk medapat hadiah sebuah mobil mewah dari kontraktornya.
Selain itu, dr. Roebiono tidak memanfaatkan kedekatannya dengan Pak Harto untuk memajukan lembaga yang dipimpinnya, dan ia hanya meminta staff-nya agar lebih dahulu bekerja maksimal sebelum meminta tambahan anggaran. Istri Roebiono mengisahkan bagaimana Roebiono mengembalikan ke kas negara uang dinas yang tidak dipakainya.
Pemerintah layak untuk memberi gelar pahlawan kepada dr. Roebiono Kertopati yang juga dikenal sebagai Bapak Persandian Indonesia agar generasi baru Indonesia diingatkan kembali bahwa negeri ini dibangun oleh orang-orang yang memiliki integritas dan dedikasi tinggi untuk memajukan negara dan bangsa, dan untuk itu seorang Roebiono Kertopati berani tidak dikenal dan bekerjadi dalam senyap.(*)