DEPOK – Setelah beberapa waktu tak berkarya sastra, anggota DPR RI sekaligus selebriti Rieke Diah Pitaloka kembali meluncurkan buku puisinya yang bertajuk Ruang Doa di Ruang Baca di Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu (15/6).
Rieke Diah Pitaloka yang merupakan selebritas sekaligus politisi ini kembali meluncurkan buku terbaru. Buku yang berjudul Ruang Doa ini berisi 20 sajak dalam dua bahasa.
Ia menuangkan semua ini berangkat dari pengalaman membaca 20 surat di Al-Qur’an.
Perjalanan spiritual pemain sinetron Bajaj Bajuri ini bermula saat menunaikan ibadah haji beberapa tahun lalu. Ada beberapa peristiwa penting yang akhirnya dirangkum dalam buku ini.
“Ini sebenarnya waktu umrah tahun lalu terus haji, itu aja. Kadang dalam kondisi yang mumet saya segala macam, biasanya saya membaca Al-Qur’an. Nah membacanya itu agak lama, karena saya harus membaca terjemahannya,” ujar Rieke Diah Pitaloka di Ruang Baca Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu (15/6).
Buku puisi yang berjudul Ruang Doa dan berisikan 20 sajak dalam dua bahasa ini, merupakan pengalaman spiritualnya dalam membaca 20 surat di Al-Qur’an.
Pemain sinetron Bajaj Bajuri ini sebelumnya juga sudah pernah menerbitkan buku puisi Renungan Kloset: Dari Cengkeh Sampai Utrecht (2003). Artis yang pernah menyabet Pemeran Pendukung Wanita Terbaik versi Festival Film Indonesia (FFI) ini menceritakan pengalaman rohaninya itu di hadapan publik.
“Pas baca ayat itu, saya merasa ada peristiwa yang membuat saya sedih. Saya marah. Akhirnya kayak dikasih ketenangan dan melihat masalah itu jadi berbeda,” ujar Rieke di depan publik.
Pengalaman yang dituangkan dalam bait puisi, salah satunya, adalah Perempuan yang Mati di Muzdalifah.
Rieke kemudian menilai ada beberapa tata kelola haji yang sebaiknya diperbaiki. Hal itu mengingat banyak jemaah Indonesia yang sudah renta dan meninggal dunia di Tanah Suci.
“Itu ketika perjalanan ketika di Arafah, di Mina ketika haji kemarin, bagaimana ada persoalan panas secara ekstrem, dan ada Covid, lalu banyak orang berhaji di tahun itu dan dari Indonesia banyak orang tua. Banyak orang tua yang meninggal. Tapi kan kita nggak bisa marah, walaupun sebenarnya saya marah,” paparnya.
Rieke Diah Pitaloka kemudian mengisahkan pengalaman masa kecilnya yaitu di saat TK dan menjadi juara lomba deklamasi.
Bila orang tua kebanyakan membacakan dongeng ketika anaknya mau tidur, ibunya Malay membacakan puisi. Karena itu, dirinya mengaku sudah terbiasa dengan dunia puisi.
“Terus waktu TK saya ikut lomba deklamasi, saya juara kedua dari dua peserta, serius. Itu jadi senang banget sama puisi,” ujar Rieke spontan, disambut derai tawa publik.
Rieke memiliki harapan dengan diluncurkannya buku Ruang Doa ini, dia menjadi tidak berjarak dengan peristiwa yang terjadi dalam realitas kehidupan sehari-hari.
Menurut Rieke, doa itu adalah perjuangan. Sehingga sudah seharusnya bila semuanya diawali dan diakhiri dengan doa.(Srs)